[CHAPTERED] ULTRA LOVE :: Baritone and Carbernet Sauvignon #1

cab-week

 

Gadis itu meneguk secangkir Americano yang kini sudah hampir surut, menikmati tiap sensasi pahit yang mengaliri tenggorokannya hingga cairan pekat tersebut tandas begitu saja. Ia tercenung sesaat setelah cangkir kosong itu ia letakan kembali pada alasnya. Memikirkan kembali suramnya hidup yang ia jalani. Kegagalan demi kegagalan yang diterimanya seakan tak pernah cukup menyiksa dan menekannya. Belum lagi saat krisis percaya diri itu menerpa, membuat semuanya hancur berantakan. Han Hye Rin, begitulah gadis itu kerap disapa, siapa pun orang yang tak mengenalnya pasti akan menilainya sebagai seorang gadis manis yang berkecukupan, tampak dingin, kaku dan angkuh. Cukup objektif bila mereka beropini seperti itu, karena pada kenyataannya Hye Rin memang selalu tampak tak acuh pada sekitar, selalu menyendiri, introvert dan malas bergabung dengan gadis-gadis lain.

 

Atau lebih tepatnya… ia merasa tidak pantas berada di dalam lingkaran orang-orang yang tidak mau menerima kehadirannya.

 

Hye Rin mengacungkan tangan kanannya ke udara, memanggil bartender yang sedang berjaga untuk melayaninya.

 

“Beri aku sebotol Carbernet Sauvignon,” ucap  gadis itu pada sang bartender, yang diperintahkan hanya bisa menurut dan bergegas mengambil pesanan kemudian kembali lagi sambil menyodorkan sebotol Carbernet Sauvignon di depannya beserta sebuah gelas bertangkai panjang.

 

Hye Rin tertegun sesaat, menatapi liukan botol yang tersaji di depannya. Bibirnya merapalkan sebait doa semoga saat tetes terakhir cairan beralkhol yang ada di botol ini diteguknya, semua kepenatan yang dipikulnya berkurang, setidaknya setengah dari seharusnya.

 

Ia membuka botol itu dan menuangkan cairan itu hingga gelasnya penuh, tak lama kemudian ia mengangkat gelasnya dan meneguk cairan itu dengan rakus, tak bersisa setetes pun di sana.

 

Hye Rin tersenyum getir pada gelasnya, kenikmatan tiada tara yang menjalari papilla lidahnya menimbulkan sensasi tersendiri untuk pikirannya. Meski kini beribu kunang-kunang telah siap hinggap di kepalanya.

 

Hye Rin kembali tercenung, menatapi sekitar dengan pandangan kosong, menikmati alunan musik pop kontemporer yang di mainkan oleh pemusik di bar ini. Suara baritone sang vokalis begitu memanjakan telinganya, menenangkan batinnya yang kalut, mendamaikan jiwanya yang ricuh.

 

Hye Rin kembali meraih botol wine-nya, menuangkan kembali ke gelasnya dan meminumnya hingga habis. Kali ini wajahnya merah padam, menandakan bahwa asupan alkohol yang dikonsumsinya hampir mencapai titik maksimal. Seharusnya Hye Rin berhenti meneguk cairan itu, namun… lagi, kenikmatan tiada tara itu terus mendesaknya, membujuknya dan botol yang kini isinya telah susut setengah itu seakan ikut merayunya, meminta tangannya kembali menjamahnya lalu menunggingkannya tepat di atas gelas kaca.

 

Suara baritone itu kini ikut membuainya, membawanya pada sebuah alam yang begitu indah dan tentram, alam di mana semuanya terasa begitu ringan. Tiada beban, tiada cemooh, tiada rasa bersalah, tiada pula penolakan. Ia merasa nyaman dan aman di sana.

 

Sayup-sayup, suara baritone itu hilang… lenyap dari pendengarannya. Dalam hati, Hye Rin merutuki siapa pun pemilik suara indah itu, ia marah! Ia ingin sekali membentak orang tersebut agar tidak berhenti bernyanyi. Tidak tahukah orang itu, jika suaranya adalah salah satu pasokan penting untuk ‘alam indahnya’?

 

“Penyanyi bar! Kenapa kau berhenti bernyanyi!? Kenapa!!?” suara parau Hye Rin mencoba berteriak, menyuarakan isi kepalanya yang diliputi oleh separuh kesadaran dan akal sehatnya.

 

Agasshi, bar kami sudah mau tutup, sebaiknya Agasshi juga pulang ke rumah, tidak baik seorang gadis berada di luar dini hari begini,” suara berat seorang pria lain terdengar sayup di telinganya. Persetan dengan hardikan halus itu, yang jelas Hye Rin masih betah berada di sini.

 

“Tidak mau!” Tolaknya keras, Hye Rin menepis kuat-kuat tangan sang pria yang tak lain adalah bartender bar tersebut.

 

“T-tapi, ini sudah pukul dua dini hari, Agasshii… kau sudah terlalu mabuk!” Ucap bartender itu lagi, berusaha meyakinkan Hye Rin untuk kedua kalinya.

 

Percuma.

 

“Aku tidak ingin pulang… biarkan penyanyinya bernyanyi lagi… aku ingin mendengarnya… suaranya…”

 

Sementara semua pegawai bar yang ada berberes untuk pulang, seorang pria berpostur tinggi dengan rambut berponi panjang yang menutupi seperempat bagian wajahnya berjalan mendekat pada gadis itu. Memberi kode pada sang bartender untuk pergi meninggalkannya berdua dengan si gadis asing yang terus-terusan berceracau tak jelas. Kini pria itu turut duduk di samping sang gadis, menatapi wajahnya yang tertangkup di atas lipatan kedua tangannya yang tertumpu pada meja bar. Aroma alkohol tercium jelas dari tubuh gadis itu, meski jarak yang terpagut antara mereka cukup jauh.

 

Agasshi,” panggilnya pada Hye Rin.

 

“Arrrggghhh! Sudah kukatakan aku tidak mau pulang! Berhenti mengusirku!” sahut Hye Rin kasar. “Tolong nyanyikan lagu itu lagi… tolong…”

 

Si pria mendengus, kemudian diam sejenak, menimbang apa hal selanjutnya yang seharusnya ia perbuat pada gadis asing yang ada di depannya ini. Berikutnya, ia menarik nafas mengambil beberapa asupan oksigen kemudian bibirnya bergerak, mencoba mengeluarkan nada terbaik dari pita suaranya.

 

ije neoege nan apeumirangeol neoreul saranghamyeon halsurok, meolli tteonagadorok, seuchideut shiganui heureumsoge ije jinagan gieogirago…

tteonamyeo malhadeon neoege shigani heulleo jinalsurok, neoreul saranghamyeon halsurok neoege nan apeumieotdaneun geol, neoreul saranghamyeon halsurok…

 

Hye Rin, gadis itu tersenyum hambar ketika tembang lawas itu teralun indah lalu menyusup melalui telinganya. Sekelebat bayangan abstrak terpapar di benaknya, kemudian berganti dengan bayangan-bayangan lain, begitu seterusnya. Pelupuknya bergerak sedikit hingga membuat air itu menetes jatuh membasahi lengan bajunya tanpa sepengetahuan siapapun.

 

Agasshi?” suara baritone itu tidak lagi melanjutkan nyanyiannya.

 

Yang dipanggil hanya diam seribu bahasa dan terpekur di tempatnya.

 

Si pria beranjak, menjamah ujung pundak itu dengan hati-hati, berusaha menyadarkan si gadis.

 

“Kau mabuk, biar kuantar pulang,” ujar pria itu lagi.

 

“Aku tidak mau pulang…” suara paraunya menyahut begitu lemah, namun tak sedikitpun dipedulikan oleh si pria tersebut.

 

Tangan kokoh itu menyambar lengan si gadis kemudian mengalungkannya di pundaknya, memapahnya hingga keluar dari bar menuju sebuah motor besar yang terparkir di pojokan halaman depan bar.

 

Pria itu men-starter motornya, kemudian naik ke atasnya. Satu tangannya memegang stang motornya dan yang satunya ia gunakan untuk menyeret Hye Rin –yang tentu saja baginya adalah gadis asing— yang kala itu dalam keadaan sempoyongan.

 

“Naiklah!” Titah pria itu pelan namun tegas.

 

Dengan segenap kesadarannya, Hye Rin mau tak mau menuruti perintah si pria. Ia duduk di balik punggung kekarnya.

 

“Di mana rumahmu, Agasshi?” tanya pria itu setelah seperempat perjalanan yang mereka tempuh.

 

Hening.

 

Satu menit… dua menit…

 

Agasshi?” panggilnya lagi, ketika ia merasa dirinya tak mendapatkan respon apapun dari gadis yang diboncengnya.

 

Lagi-lagi hening, si pria pun mulai jengah karenanya.

 

Agasshi kau—” ucapan itu terhenti seketika saat lengan feminim itu melingkar erat di perutnya.

 

Ahjussi, aku ingin muntah…” suara parau itu menyahut lemah, namun si pria masih bisa mendengarnya dengan baik.

 

Buru-buru, ia menepikan sepeda motornya di sebuah kompleks pertokoan yang sudah sepi, kemudian membiarkan gadis asing itu turun sendiri dari motornya dengan tergesa.

 

Gadis itu mencari selokan, lalu berjongkok di sana dan memuntahkan semua cairan yang tertampung di tenggorokannya begitu saja, sementara itu si pria mencoba bersikap biasa dan tenang menunggu gadis asing itu.

 

Tak lama berselang, Hye Rin pun bangkit dan berjalan dengan terhuyung menuju pria yang sudah jelas ia tak ketahui identitas dan asal usulnya itu. Ketika jarak mereka semakin dekat, pria itu pun dengan tegas menangkap tubuh mungil itu yang semakin melemah.

 

Hye Rin melirik ke sekeliling jalan. Ketika ia menyadari bahwa tempatnya berada kini taka sing baginya, ia buru-buru melepaskan dari pria berambut gondrong itu.

 

“Oh, aku harus pulang!” Gumamnya seraya mengusap keningnya sendiri.  Pria bermata elang itu hanya bisa menatapi wajah pucat sang gadis tanpa mempedulikan apa yang digumamkannya barusan dan tak lama kemudian ia melepaskan jaket kulit hitam yang dikenakannya lalu menyampirkannya di pundak gadis tersebut dengan hati-hati.

 

Dengan penglihatan yang lagi-lagi mengabur, Hye Rin pun menatap wajah pria itu dengan kening berkerut.

 

“K-kau… kau siapa???” pertanyaan itu meluncur begitu polosnya dari mulut Hye Rin membuat keadaan berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat di bar beberapa saat yang lalu.

 

Giliran pria itu yang kini mulai mengerutkan keningnya.

 

“A-aku…” ia tergagap seakan bingung mau berujar apa.

 

“Kau pencuri, eoh!?” pekik Hye Rin kuat-kuat membuat si pria jadi semakin menciut nyalinya. Ia takut kalau-kalau ada orang yang mendengar pekikan gadis mabuk yang ada di depannya ini dan membuatnya harus menerima seretan warga setempat ke kantor polisi. Sungguh, ia tak bisa membayangkan itu semua.

 

“Ti-tidak! Bukan seperti itu!” Kilahnya, mencoba membela diri.

 

“Aissh, jinjja! Orang sekarang tidak ada yang bisa dipercaya!!!” Hye Rin langsung membalik tubuhnya dan berjalan dengan separuh kesadaran yang dimilikinya tanpa menyadari jaket kulit itu masih tersangkut di pundaknya.

 

Pria itu terdiam, menatapi gadis mabuk itu berjalan cepat seorang diri dengan langkah kaki yang sama sekali tak teratur. Betapa alkohol membuat siapa saja bisa gila karenanya.

 

Beberapa saat kemudian, ia berbalik badan bersiap menaiki kembali kuda besinya. Namun… sedetik kemudian…

 

“Dompetku!? Jaket!? Yak!!!”

 

 

***TBC***

 

 

**ga usah nanya aku gimana rasanya abis minum Americano trus minum wine semacam carbernet sauvignon –” ini juga di bikin dikit2 biar ga bosen he he he he :3 komeeennn yaaaaa Eungg~ bagian akhirnya juga aneh jadi maap yaaa ^^

11 comments

  1. Bener-bener org mabuk itu menyusahkan yh. ckkckc…

    Dan siapa tuh yang jadi penyanyi bar-nya? kalo suara bariton, itu Jong Woon oppa kn ya.
    Part awalnya bikin penasaran, next chapter ditunggu ya chingu^^

  2. nggak aneh kok, suka banget malah
    suka suka aku suka cerita cerita yg berhubungan sama orang asing
    dan Hye Rin-nya lucu, namanya lagi mabuk yah
    ditolongin tapi malah mencak-mencak
    I’m looking forward next chapter, semangat ^^

  3. .woooahh .. Baru ..
    .Hye Rin frustasi berat ..
    .dsar Org mabuk .. Menyusahkan .. D toLong susah , egk d toLong kasian .. Kkkk~
    .yg nyanyi n ng.bantu Hyerin tdi JW bkan ??? Baritone kn ? JW dong ? Hehe~
    .d tunggu next !
    .annyeong !!

Tinggalkan komentar